Penyebab Embun Es Di Dieng

Penyebab Embun Es Di Dieng – Bagi Anda yang tinggal di daerah Kabupaten Banyumas dan sekitarnya mungkin sudah merasakan cuaca dingin pada malam dan dini hari. Bahkan suhu yang dapat mencapai 19 derajat celcius dapat dirasakan pada daerah yang biasanya berhawa panas, hal ini tentu merupakan penurunan suhu yang cukup drastis.

Penyebab Embun Es Di Dieng

Perubahan cuaca berupa penurunan suhu yang ekstrim ini paling parah dirasakan pada Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah. Kawasan Dieng dalam beberapa hari belakangan ini berwajah pucat karena ditutupi embun es yang mana peristiwa ini dapat dikatakan sedang viral di kalangan masyarakat. Masyarakat sekitar menamai peristiwa ini dengan sebutan bun upas.

Penyebab terjadinya bun upas turun di daerah Dieng adalah suhu ekstrim yang turun hingga angka 5 derajat celcius pada dini hari, hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara Setyoajie Parayudhi. Menurutnya penurunan suhu yang sangat signifikan ini disebabkan oleh musim kemarau.

Secara klimatologis puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juli dan Agustus karena pada saat itu angin timuran semakin kuat dan dominan, angin timuran ini merupakan angin yang bertiup dari Australia dengan membawa sifatnya yang kering dan dingin. Angin tersebut dipantau menggunakan satelit dan alat pengukur cuaca (weather station) memang sedang berhembus dengan kuat dan dominan menuju Indonesia.

Lebih lanjut Setyoajie menuturkan bahwa peluang terjadi hujan pada musim kemarau ini sangat kecil. Hal ini karena tidak banyak tutupan awan yang berpotensi hujan, sehingga energi panas matahari yang terpantul dari bumi langsung hilang ke atmosfer.

Ia juga mengatakan bahwa jika kondisi ini terjadi secara terus menerus akan menyebabkan udara semakin dingin yang dapat menyebabkan uap air atau mbun menjadi beku atau bun upas, kondisi ini akan terus berlanjut sampai puncak musim kemarau bulan Agustus.

Tidak hanya daerah Dieng dan Banyumas, cuaca ekstrim berupa penurunan suhu juga dirasakan warga Cilacap dan sekitarnya. Sejak tahun 1975 hingga 2018 dalam catatan iklim yang diperoleh Stasiun Meteorologi Cilacap, pada tanggal 14 Agustus 1994 merupakan rekor suhu terendah dan terminimum yang pernah dialami di Cilacap.

Suhu minimum pada saat itu tercatat mencapai 17,4 derajat celcius dengan suhu maksimum hanya sekitar 25,8 derajat celcius dan rata rata hariannya adalah 22,9 derajat celcius. Dan yang terjadi saat ini suhu mencapai 19 derajat celcius yang belum mencapai suhu terekstrim yang pernah dialami di Cilacap.

Namun walau begitu tetap saja suhu yang sedang dialami memang terasa lebih dingin dari beberapa waktu yang lalu, hal ini masih merupakan akibat dari sedang berlangsungnya musim kemarau yang disebabkan angin timuran tersebut.

Teguh juga menjelaskan bahwa secara meteorologis pada bulan Juli dan Agustus wilayah Australia sedang mengalami periode musim dingin dan tekanan udara di Australia cukup tinggi yang dapat membentuk antisiklon di daerah tersebut dan massa udara di Australia mempunyai sifat yang dingin dan kering.

Namun hal ini berbeda dengan yang terjadi di Asia yang justru mengalami musim panas karena terdapat daerah tekanan rendah dan terbentuk siklon di daerah tersebut. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia dan rendah di Asia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia ke Asia dan pergerakan udara tersebut membawa massa udara dingin melewati Indonesia yang kemudian dikenal dengan istilah Monsoon dingin Australia.

Teguh juga menjelaskan bahwa massa udara dingin ini semakin signifikan sehingga berimplikasi pada penurunan suhu udara pada malam dan dini hari khususnya di Cilacap dan kondisi ini diperparah dengan karakteristik musim kemarau.

Teguh juga memperkirakan bahwa puncak musim kemarau untuk Cilacap terjadi pada bulan Agustus 2018 dimana pada saat itu curah hujan diperkirakan sangat kecil yaitu 0 – 50 mm per bulan yang dibarengi juga dengan suhu udara minimum yang akan semakin bertambah dingin. Akan tetapi peristiwa munculnya kabut pagi di daerah Cilacap merupakan hal yang wajar dan umum terjadi, lebih lagi pada musim kemarau.

Kabut sendiri merupakan butiran air dengan ukuran yang sangat kecil dan melayang layang di udara seperti awan hanya saja kabut ini menyentuh permukaan tanah. Hal ini menyebabkan penurunan suhu dan terbatasnya jarak pandang, namun hal tersebut tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena belum membahayakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like