Cara Menguji Kandungan Babi Dalam Makanan – Salah satu cara menguji DNA babi pada makanan adalah dengan melakukan pengujian di laboratorium dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode ini dapat dibilang merupakan cara yang paling akurat untuk menguji hal tersebut dibandingkan menggunakan tes cepat.
Seperti dalam kasus yang sempat menggemparkan kemarin yaitu mie asal Korea yang ternyata mengandung unsur babi di dalamnya. BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) menggunakan pengujian PCR karena lengkapnya pengujian dan keakurasian hasilnya yang baik.
Perbedaan dari tes cepat dengan PCR adalah bila pada tes cepat yang diuji dan diperiksa adalah potongan protein dari babi entah itu lemak atau daging sedangkan pada tes PCR yang diperiksa adalah DNA dari babi tersebut. Memang dari segi biaya tes PCR ini lebih mahal karena sampel harus diuji dilaboratorium guna menguji kontaminan yang terdapat di dalamnya.
Dalam tes PCR ini sampel akan melalui 3 tahapan yaitu ekstraksi, reaksi PCR dan elektroforesis. Oleh karena itu tes PCR ini membutuhkan waktu yang lama hingga setengah hari atau paling tidak 8 jam. Proses reaksi PCR sendiri memakan waktu sekitar 2 – 3 jam. Sedangkan proses elektroforesis membutuhkan waktu ½ – 1 jam, dan ekstraksi 1 jam paling lama.
Pada proses pertama yaitu ekstraksi, DNA keseluruhan dari sampel akan diperiksa, sebagai contoh pada produk mie. Dalam proses ini semua DNA entah itu dari babi, gandum, dan lainnya akan terambil secara keseluruhan.
Proses ektraksi ini akan memisahkan DNA dengan komponen lain. Proses ini dilakukan menggunakan membran silika bermuatan positif, alkohol, sentrifugasi, dan sebagainya. Proses ini dilakukan menggunakan bantuan alat yaitu spektrofotometer.
Proses reaksi PCR ini selanjutnya adalah amplifikasi atau perbanyakan fragmen DNA babi secara spesifik dengan memakai potongan primer urutan DNA yang jadi target. Pada umumnya DNA target adalah sekuen yang terdapat pada DNA mitokondria. Hal ini karena jumlah kopi DNA-nya lebih banyak jadi lebih mungkin didapat dibanding DNA inti sel.
Proses terakhir adalah berupa visualisasi hasil menggunakan teknik elektroforesis dan pewarnaan dye seperti halnya etidium bromida atau sybrsafe untuk melihat pita produk PCR. Sampel yang mengandung DNA babi memerlukan kontrol positif dan kontrol negatif kemudian disiapkan dan yang pasti tidak mengandung berupa air steril.
Namun teknik PCR ini juga mempunyai kekurangan dibanding tes cepat, kekurangan ini semisal kemungkinan adanya senyawa inhibitor (penghambat). Dengan hal tersebut akan membuat reaksi PCR terutama dari bahan pangan olahan dapat terdeteksi negatif (tidak ada pita) namun sebenarnya ada kandungan bahan babi hanya saja reaksi PCR ini tidak dapat bekerja.
Pada kasus tersebut ternyata kandungan babi tidak hanya terdapat pada mie-nya saja, namun juga terdapat di dalam bumbunya. Hal ini sama dengan pengalaman di Jepang yang kandungan babinya terdapat dalam bumbu dalam kemasan sachet.